Ada
beberapa hal yang menyebabkan makin pentingnya peranan etika bisnis yang
ditetapkan secara benar, baik oleh unit-unit kecil, menengah, maupun besar,
termasuk didalamnya sektor publik dan sektor pemerintah, maupun sektor korporat
pada umumnya. Terlebih lagi dengan makin
besarnya MNC (multi national corporation)
serta lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan regional maupun internasional. Hal-hal tersebut meliputi:
1.
Merosotnya Moralitas
Bangsa-bangsa
Realitas
menunjukkan makin menurunnya moralitas di seluruh dunia, khususnya di bidang
bisnis, termasuk di Indonesia. Wujud
merosotnya moralitas adalah semakin mewabahnya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2.
Peranan Kegiatan Bisnis
dalam Dunia Modern
Peran
dunia bisnis dalam dunia modern semakin besar dan kuat, yang biasanya mampu menguasai
setidaknya memengaruhi kebijakan pemerintah suatu negara. Orang modern umumnya msemakin bersifat
komersial, sehingga selain membutuhkan berlakunya hukum positif, juga
diperlukan standar moral yang jelas agar yang kuat tidak akan semakin memeras
yang lemah dalam hal perlakuan terhadap pekerja, penjagaan lingkungan hidup,
pembayaran pajak, dan sebagainya.
3.
Bisnis Mempertaruhkan
Segalanya
Kegiatan
bisnis sebenarnya harus mempertaruhkan segalanya, seperti harga diri, nama
baik, selain tetnunya mencari keuntungan dalam arti materi maupun non materi.
Masalah harga diri bisa dilihat dari sudut pandang makro maupun mikro. Dari sudut makro misalnya, Indonesia dinilai
sebagai negara yang banyak korupsi.
Menurut Prof. Dr. Kuntowijoyo, bangsa Indonesia juga bangsa
yang bermental klien. Melalui modal dan
produk, kita menjadi klien AS, Eropa, Jepang, Taiwan, Korsel, Singapura, dan
RRC, Melalui TKI dan TKW, kita menjadi klien Malaysia dan negara-negara Timur
Tengah. Melalui televisi kita menjadi
klien AS, Jepang, Amerika Latin, Taiwan, dan India. Melalui utang, kita menjadi klien IMF, Bank
Dunia, ADB,CGI, dan IDB. Pemimpin masa
depan harus mampu mengubah dari bangsa klien menjadi bangsa mandiri. Kalau salah urus, bisa menjadi bangsa kuli,
menjadi bangsa gelandangan di rumah sendiri.
Kuntowijoyo
memberikan memberikan empah ciri mentalitas bangsa klien, yaitu:
a.
Komplek
inferioritas. Belum merasa kalau bangga
kalau membeli barang impor, bergaya seperti orang barat.
b. Sindrom
selebriti, penyakit ingin seba terkenal.
Dalam tayangan televisi kta seing meniru gaya artis luar seakan tidak
paham bahwa kita bangsa melarat.
c. Mistifikasi
(menganggap sesuatu sebagai sebuah misteri), seperti perdukunan, penggandaan
uang, dan sebagainya.
d.
Xenomonia/kegandrungan
produk asing sebagai barang inferioritas.
Menurutnya
ada persamaan antara bangsa klien dan bangssa terjajah. Keduanya mempunyai sifat ketergantungan. Satunya pada penjajah, satunya pada
patron. Bagi bangsa terjajah, mereka
bisa melihat jelas penjajah, sedangkan bangsa klien tidak bisa melihat jelas
patronnya. Misalnya pada kapitalisme
Amerika, kita hanya mengebom kedutaan Amerika, kantor IMF, dan seterusnya,
tetapi sebagai bangsa klien, tentu tak bisa mengebom kapitalisme karena
abstrak. Keduanya, maupun penjajah atau
patron, mempunyai motif sendiri-sendiri.
Tanpa
adanya greget untuk maju, mandiri, dan menempatkan sejajar dengan bangsa lain,
atau bahkan mempunyai kelebihan tertentu dari bangsa atau negara lain, kita
akan selalu berada di urutan belakang.
Cina bisa ditiru sebagai negara yang siap menggeser negara yang lebih
maju. Zhu Rongji ketika dipilih menjadi
perdana menteri menggantikan Li Peng pada tanggal 17 Maret 1989, dia
menyodorkan sembilan butir kebijaksanaan dengan ambisinya ingin menggantikan
jepang sebagai berikut:
a.
Mengakhiri ekonomi
pasar sosialis menjadi pasar bebas.
b. Merekstrukturisasi
BUMN agar lebih efektif dan efisien.
c. Merampingkan
struktur pemerintahan.
d. Membangun
konglomerat, terinspirasi dari chaebol di Korea Selatan.
e. Merombak
sektor keuangan untuk memperkokoh dan menghilangkan kredit macet.
f. Mereformasi
bank sentral dengan melakungan merger dan mengurangi campur tangan pemerintah
g. Memperkuat
pertumbuhan ekpnomi dan menekan inflasi
h. Mengendalikan
nilai tukar dan tidak akan menevaluasi Yuan
i.
Membawa Cina bergabung
dengan organisasi dunia (WTO)
Dari
sudut pandang mikro biasanya sulit dipisahkan dari citra makro. Misalya Michael
Backman menggambarkan bahwa pelayanan jasa di Asia dihargai rendah. Kekayaan intelektual kurang dihargai sehingga
perlindungan hak cipta, seperti merek dagang misalnya, kurang mendapat
perhatian. Produsen industri di asia
sering menggunakan perangkat lunak bajakan.
Perangkat lunak tanpa ijin yang diginakan di Cina diperkirakan tidak
kurang dari 96%. Perkiraan untuk indonesia 93%, Thanilanf 84%, Filipina 83% dan
Malaysia 70%. Juga membuat pemirikan merek dagang. Para eksekutif dari Hitachi
di Jepang pernah menemukan pesaing mereka di Indonesia dalam produk elektronik
dengan nama “Hitachin” dan “Mitachin”.
Ada juga suatu perusahaan Indonesia yang telah memproduksi barang tiruan
pierre cardin berbahan kulot yang sukses digugat oleh perancangnya di Paris di
Pengadilan Indonesia. (Backman. 1999:
10-11). Suatu penyebab terjadinya citra
yang kurang baik pada etika bisnis adalah kejujuran.
4.
Kepercayaaan Adalah
Syarat Utama
Percaya
atau saling memercayai merupakan syarat utama dalam kegiatan bisnis, lebih lebi
dalam e-commerce yang dimasa dekat ini akan berkembang pesat.
5.
Hak dan Kewajiban
a.
Konsep Hak
Secara
umum, hak adalah klaim atau kepemilikan atas sesuatu. Seseorang dikatan mempunyai hak jika dia
memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu cara tertentuatau jika
orang lain berkewajiban melakukan tindakan dalam suatu xara tertentu kepadanya.
Hak
berasal dari sebuah sistem hukum yang memungkinkan atau mengizinkan orang untuk
bertindak secara tertentu dalam suatu cara terhadapnya, inilah yang disebut hak hukum. Undang-undang Amerika misalnya, memberi hak
untuk kebebasan berbicara semua warganya dan peraturan perdagangan menyebutkan
bahwa masing-masing yang terlibat dalam sebuah perjanjian yang sah memiliki hak
yang disebutkan dalam perjanjian tersebut,
hak hukum tentu saja terbatas pada hak yuridiksi khusus dimana sistem
hukum yang memnerikannya dlaksanakan.
Hak
juga berasal dari sistem standar moral yang tidak bergantung pada sistem hukum
tertentu. Hak untuk bekerja misalnya,
tidak diatur dalam undang-undang Amerika, namun banyak yang menyatakan bahwa ini
adalah hak yang dimiliki semua orang .
hak-hak semacam ini biasanya yang disebut dengan hak moral atau hak
asasi manusia, didasarkan pada aturan prinsip-prinsip moral yang menegaskan
bahwa semua manusia diizinkan atau diberi kewenangan untuk melakukan sesuatu
atau berhak mempunyai sesuatu. Hak-hak
moral berbeda dengan hak hukum, biasanya dianggap sebagai suatu universal sejauh
itu hakyang dimiliki semua orang didunia dalam tingkatan yang dama karena
mereka adalah manusia.
Hak
yang akan kita bahas dalam hal ini adalah hakyang menetapkan hak dan kewajiban
yang dimiliki orang lain yang memungkinkan semua orang memilih dengan bebas
apapun kepentingan atau aktivitas yang akan dilakukannya. Hak-hak moral ini mengidentifikasikan
aktivitas atau kepentingan yang bebas dilaksanakan oleh sesorang atau boleh
dilaksanakan seseorang, atau harus dibantu dalam pelaksanaannya oleh orang lain;dan
hak ini melindungi usaha yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan aktivitas
tersebut dalam batas batas yang telah ditetapkan dalam hak hak tertentu.
Hak-hak ini mempunyai tuga definisi penting yang memberikan fungki pemungkinan
dan perlindungan.
Pertama, hak
moral sangat erat kaitannya dengan kewajiban.
Ini dikarenakan biasanya hak moral sesorang didefinidikan secara parsial
dalam kaitannya dalam moral yang dimiliki orang lain pada orang tersebut. Memiliki hak moral artinya orang lain
memiliki kewajiban-kewajiban tertentu terhatap pemilik hak tersebut. Hak moral saya dalam beru=ibadah yang sesuai
dengan agama yang sauya miliki misalnya, dapat didefinisikan dalam kewajiban
moral orang lain untuk tidak ikut campur dalam ibadah yang saya lakukan. Hak moral untuk mendapatkan kehidupan yang
layak dapat didefinisikan sebagai kaitan dengan pemerintah untuk menjamin semua
warganya mempunai kehidupan yang layak.
Dengan
demikian, kewajiban moral secara umum merupakan sisi lain dari hak moral; jika
saya mempunyai hak moral tertentu maka orang lain mempunyai kewajiban moral
untuk tidal ikut campur terhadap apa yang saya laksanakan. Jika saya mempunyai hak moral untuk menyuruh
sesuatu kepada orang lain maka orang itu memiliki kewajiban moral untuk
melakukannya. Jadi hak moral mempunyai
kewajiban korelatif bagi orang lain, baik itu tidak ikut campur atau kewajiban
untuk melaksanakan hal yang positif.
Dalam beberapa kasus, kewajiban-kewajiban korelatif yang berasal dari
sebuah hak yang ditujukan pada individu tertentu, namun pada semua anggota
suatu kelompok. Contohnya jika orang
mempunyai hak untuk bekerja, maka tidak berarti semua perusahaan memiliki
kewajiban untuk memberikan pekerjaan pada orang itu.
Kedua, hak
moral memberikan otonomi dan kesetaraan bagi individu dalam mencari
kepentingan-kepentingan mereka. Dalam
kata lain hak untuk menunjukkan kepentingan atau aktivitas yang bebas mereka
cari atau tidak mereka cari dan yang pencairannya tidak boleh diabaikan demi kepentingan
orang lain kecuali untuk alasan yang sifatnya khusus atau penting.
Jika
saya punya hak untuk menjalankan ibadah misalnya, maka hal ini mengimplikasikan
bahwa saya bebas beribadah sesuai dengan keyakinan saya dan saya tidak
memerlukan izin orang untuj melakukannya.
Hak ini juga mengimplikasikan bahwa orang lain tidak boleh melarang saya
untu beibadah dengan alasan bahwa masyarakat akan memperoleh keuntungan yang
lebih besar jika saya tidak melakukannya. Keuntungan yang diperoleh orang lain
tidak bisa dipakai sebagai pembenaran atas campur tangan terhadap tindakan yang
dilakukan oleh seseorang yang dilindungi oleh hak moral.
Jadi,
mengakui nhak moral sesorang berarti mengakui bahwa salah ada salah satu aspek
dalam diri sesoranv tersebut yang tidak terpengaruh atau tunduk pada keinginan-keinginan
saya dan kepentingan orang tersebut tidak lebih rendah dibandingkan kepentingan
saya. Pendeknya, adalah suatu aspek
dimana kita mempunyai kedudukan yang sama.
Ketiga, hak
,oral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan sesorang dan
untuk membantu atau melindungi orang lain.
Jika saya memiliki hak moral untuk melakukan sesuatu maka saya mempunysi
pembenaran moral terhadap apa yang saya lakukan. Lebih jauh lagi, ketika memiliki hak untuk
melakukan sesuatu maka orang lain tidak mempunyai kewenangan untuk ikut campur.
Sebaliknya,
mereka dibenarkan bila mencegah orang lai n yang ingin menghalangi saya dalam
melaksanakan hak tersebut, atau mereka yang mungkin memiliki kewajiban untuk
membantu saya dalam melaksanakan hak tersebut.
Saat seseorang yang lebih kuat membantu orang yang lebih lemah
mempertahankan haknya misalnya, kita umumnya mengetahui bahwa tindakan orang
tersebut adalah benar. Dengan adanya
ketiga karakteristik ini, hak moral memberikan dasar dalam membuat keputusan
moral yang secara substansial berbeda dari standar-standat utilitarian.
b.
Hak Negatif dan Hak
Positif
Sejumlah
hak yang disebutkan hak negatif digambarkan dari fakta bahwa hak-hak yang
termasuk didalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan
kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas-aktivitas tertentu
dan orang yang memiliki hak tersebut.
Contohnya jika saya memiliki hak privasi maka bahwa semua orang termasuk
atasan saya tidak berkewajiban untuk ikut campur pada urusan pribadi saya. Jika saya mempunyai hak untuk menggunakan,
menjual, atau menghancurkan aset-aset pribadi saya, maka ini berarti semja
orang yang berkewajiban untuk tidak mencegah saya dalam menjual, atau
menghancurkan properti bisnis pribadi sya.
Sebaliknya,
hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negatif, namun juga memberikan
bahwa pihak lain memiliki kewajiban positif pada si pemilik hak untuk
memberikan apa yang dia perlukan dengan bebas mencari atau mengejar
kepentingan-kepentingannya. Contohnya
jika saya punya hak memperoleh kehidupan yang layak artinya orang lain tidak
boleh ikut campur dan jika saya tidak bisa memperoleh enghasilan yang layak
maka harus ada pihak lain (mungkin pemerintah) untuk memberikan pekerjaan yang
layak untuk saya dengan pengjhasilan yang layak juga.
Demikian
hak untuk bekerja, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk perawatan
kesehatan, dan hak untuk memperoleh jaminan sosial, merupakan hak yang tidak
hanya mewajibkan orang lain untuk ikut campur, namun juga memberikan kewajiban
positif pada mereka untuk memberikan apa yang tidak bisa mereka peroleh.
c.
Hak dan kewajiban
kontraktual
Adalah
hak dan kewajiban korelatif yang mungkin muncul saat sesorang membuat
perjanjian dengan orang lain. Contohnya,
jika saya setuju untuk melakukan sesuatu bagi anda, maka anda berhak atas apa
yang saya lakukan. Ada memperoleh hak
kontraktual atas apapun yang saya janjikan, dan saya memiliki kewajiban
kontraktual untuk melakukan sesuatu yang saya janjikan.
UNIVERSALISABILITAS
Alasan sesorang melakukan sesuatu
tindakan haruslah alasan yang dapat diterima semjua orang, setidaknya dalam
prinsip
REVERSIBILITAS
Alasan sesorang melakukan tindakan
haruslah alasan yang bisa dia terima jika orang lain menggunakannya, bahkan
sebagai dasar dari bagaimana mereka memperlakukan dirinya.
6.
Keadilan dan Kesamaan
a. Keadilan
distributif
Masalah
tentang keadilan distributif muncul bila ada orang-orang tertentu yang memiliki
perbedaan klaim atas keuntungan dan beban dalam masyarakat, dan semua klaim
mereka tidak bisa dipenuhi. Contoh
kasusnya adalah saat terjadi kelangkaan, misalnya pekerjaan, makanan,
perumahan, perawatan kesehatan, penghasilan, dan kesehatan, bila dibandingkan
dengan jumlah individu yang membutuhkannya,
di sisi lain adalah terlalu banyak beban pekerjaan yang tidak
menyenangkan, membosankan, perumahan yang tidak layak, kerugian terhadap
kesehatan, banyak orang yang tidak siap menanggung itu semua. Jika terdapat jumlah barang yang mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan semua orang dan orang yang menanggung beban masyarakat
juga memadai, maka konflik tidak terjadi dan keadilan distributif tidak akan
diperlukan.
b. Keadilan
Retributif
Keadilan
retributif berkaitan dengan keadilan dalam menyalahkan atau menghukum sesorang
yang telah melakukan kesalahan. Para
pakar filsafat telah lama memperdebatkan pembenaran atas tindakan menyalahkan
hukuman. Hal yang paling relevan dengan
tujuan kita adalah situasi yang dianggap adil untuk menghukum sesorang yang
telah membuat kesalahan.
Jika
seseorang tidak tahu atau tidak bisa memilih secara bebas apa yang mereka
lakukan, maka dia tidak bisa dihukum secara adil. Contohnya, jika pemilik pabrik pengolahan
kapas tidak tahu bawha keadaan di pabrik dapat menyebabkan para pekerja menderita
penyakit pernapasan, maka tidak adil jika memberi hukuman karena pabrik
miliknya menyebabkan penyakit tersebut.
Kondisi kedua dari hukuman yang adil adalah bahwa orang yang dihukum
benar-benar melakukan apa yang dituduhkan
c. Keadilan
kompensatif
Keadilan
ini berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian yang dialami seseorang
akibat perbuatan orang lain. Kita kita
umumnya menyadari bahwa saat orang melakukan tindakan yang merugikan orang
lain, maka pelakunya diwajibkan memberikan semacam ganti rugi kepada korbannya.
Contohnya, jika saya merusak properti orang lain atau melukainya maka saya
berkewajiban mengganti rugi atas apa yang saya rusak. Tidak ada aturan atas seberapa besar ganti
rugi yang atau kompensasi yang perlu diberikan kepada korban. Keadilan tampaknya hanya mengharuskan bahwa
pelaku sebisa mungkin mengembalikan apa yang diambilnya, dan ini berarti jumlah
ganti rugi haruslah sama dengan yang diketahui korbannya. Jika saya sengaja merusak reputrasi seseorang
maka bagaimana saya menggantinya? Lebih jauh lagi, bberapa jenis kerugian tidak
dapat diperbaiki sama sekali; bagaimana jika kerugian yang dimili seperti
kehilangan nyawa atau pengelihatan?
Bentuk
bentuk kompensasi yang paling kontroversial adalah adalah perlakuan-perlakuan
preferensial yang dimaksudkan untuk memperbaiki keadilan dimasa lalu terhadap
kelompok tertentu. Contohnya, jika
sebuah kelompok ras mengalami diskriminasi selama periode tertentu di masa lalu
dan sekarang kelompok tersebut merupan kelompok masyarakat yang paling bawah
dalam bidang ekonomo dan tingkatan sosial, apakah keadilan mewajibkan mereka
memeroleh ganti rugi dalam memperoleh prioritas? Tentu saja tidak.
7.
Etika Memberi Perhatian
a. Parsialiatas
dan Perhatian
Pendekatan
etika yang telah kita lihat semuanya mengasumsikan bahwa etika haruslah imparsial
dan dengan demikian, semua hubungan khusus antara seseorang dengan individu
tertentu, misalnya anggota keluarga, teman, atau pegawai harus dikesampingkan
saat melakukan apa yang harus dia lakukan. Sejumlah pendukung pandangan
utilitarian mengklaim bahwa jika ada orang asing dan orang tua anda tenggelam,
dan ada hanya bisa menolong salah satu diantara mereka, dan jika menyelamatkan
orang asing tersebut akan mendapatkan utilitas lebih besar daripada
menyelamatkan orang tua anda(mungkin orang asing tersebut adalah dokter bedah
yang andal dan mampu menyelamatkan banyak orang), maka anda memiliki kewajiban
moral untuk menyelamatkan orang asing dan membiarkan orang tua anda
tenggelam. Kesimpulan macam ini menurutr
banyak orang adalah kesimpulan yang jahat dan salah.
Dalam
situasi semacam itu , hubungan yang anda miliki dengan orangtua anda
membebankan sebuah kewajiban khusus untuk memberikan perhatian dang
mengesampingkan semua kewajiban anda pada orang asing. Jadi kesimpulannya kita
harus cermat dalam mengambil keputusan yang adil bagi semua orang.
b. Hambatran
Dalam Etika Perhatian
Pendekatan
perhatian memperoleh banyak kritik berdasarkan beberapa alasan. Pertama, dikatakan bahwa etika perhatian bisa
berubah menjadi favoritisme yang tidak adil.
Bersikap parsial atau berat sebelah.
Namun pendukung etika perhatian menanggapi bahwa meskipin parsialitas
mungkin berkonflik dengan aspek moralitas lain, namun ini berlaku pada semua
pendekatan etika. Moralitas terdiri dari
sejumlah besar spektrum pertimbangan moral yang mungkin bisa saling konflik
satu sama lain.
Dalam cara yang sama, parsialitas
dan perhatian juga bisa berkonflik dengan aspek utilitas, keadilan, dan
hak. Yang diwajibkan moralitas bukanlah
kita yang harus membuang konflik moral, tapi kita yang perlu belajar menilai
pertimbangan-pertimbangn moral yan menyeimbangkan berbagai permintan yang
berbeda dalam situasi tertentu. Jadi,
fakta bahwa tindakan tindakan memberi perhatian kadang berkonflik dengan
keadilan tidak membuat etika perhatian ini menjadi lebih rendah dibandingkan
pendekatan etika lainnya, namun hanya menunjukkan bahwa kita perlu menilai dan
menyeimbangkan arti penting relatif dari perhartian dan keadilan dalam
situasi-situasi tententu.
8.
Etika bisnis di tingkat
global
Kegiatan
bisnis di tingkat global membutuhkan kesadaran moral yang semakin tinggi; tidak
hanya untuk kepentingan pihak-pihak yang lamngsung terlibat dalam kegiatan
bisnis, tetapi bagi kesejahtreraan dan keadilan bangsa, untukgenerasi sekarangf
maupun masa yang mendatang, atau pembangunan berkelanjutan bagi seluruh bangsa
dan negara. Pada tahun 1930an banyak
terjadi kejahatan perusahaan yang pada umumnya disebut dengan kejahatan kerah
putih, kejahatan kaum berdasi, kejahatan kaum priyayi. Kejahatan ini kerap disebut juga kejahatan
dalam jabatan yang meliputi semua jenis pelanggaran oleh semua orang atau
keompok untuk nkepentingan pribadi dalam lingkup jabatan. Hal ini terbagi menjadi empat yaitu:
a.
Organizational
occupational crime, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh organisasi atau
perusahaan, demi kepentingan organisasi, bukan perseorangan. Misalnya menjual produk berbahaya seperti
biskuit beracun dan penyalahgunaan izin perusahaan.
b. Goverment
occupational crime, misalnya penyiksaan aparat keamanan pemerintah (kejahatan
untuk kepentingan dan atas persetujuan pemerintah atau negara)
c. Malpractise
dilakukan oleh seorang yang profesional yang melanggar kode etik
profesi/melanggar hukum contohnys persekongkolan dokter dengan pabrik obat atau
apotek
d.
Individual crime,
kejahatan yang bersifat pribadi seperti penggelapan pajak, penyalahgunaan BLBI,
insider trading.
Semua jenis
kejahatan tersebut banyak contohnya di Indonesia, misalnya: memanipulasi sektir
perbankan dan keuangan, pemalsuan uang, saham, atau pemalsuan manifrstr kapal laut,
penipuan terhadap konsumen, pembajakan, maupun penggelapan pajak. Ada jugakejahatan perusahaan yang tidak
disadari seperti memanipulasi kesadaran konsumen melalui iklan, produk beracun,
kedaluarsa, obat-obatan berbahaya, kejahatan lingkungan, pelecehan norma
agama. Dengan melihat contoh contoh
konkret tersebut, akan lebih menguatkan kita akan perlunya penerapa etika
bisnis.
Sumber:
Ardiansyah Panji (2017) “Etika Bisnis”, Jogja, Quadrant